Sistem konstruksi hijau (green
construction) merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Construction), yang merupakan suatu topik hangat di dunia
konstruksi internasional sebagai respon atas issue pemanasan global
(global warming).
Ada dua aliran konsep utama dalam pembangunan gedung di dunia saat ini, yaitu konsep pembangunan ikonik dan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan ikonik menekankan terciptanya bangunan yang diharapkan menjadi suatu ikon tertentu. Konsep ini banyak sekarang diterapkan pada gedung-gedung di Timur Tengah dan di China. Konsep pembangunan berkelanjutan menekankan pada optimalisasi penggunaan energi, Konsep ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sumber energi di bumi ini semakin terbatas, sehingga penggunaannya harus dilakukan secara bijaksana. Konsep ini sekarang berkembang di Negara-negara maju seperti di Eropa, Australia dan Amerika.
Prinsip dasar dari pembangunan berkelanjutan adalah penggunaan energi yang optimal secara integratif mulai dari tahap perencanaan, konstruksi, pemanfaatan sampai pada pembongkaran. Hal ini dapat terwujud jika perencanaan dilakukan secara integratif antara arsitek, perencana struktur dan perencana utilitas. Beberapa referensi menyatakan gedung adalah sangat potensial bagi sasaran pengurangan emisi CO2, dan juga paling murah untuk mengusahakannya.
Secara umum, menurut Green Building Council Indonesia (GBCI), ada 7 aspek yang menjadi penilaian terhadap suatu gedung jika ingin direncanakan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Proporsi penilaian dari masing-masing aspek sangat bergantung dari kondisi suatu negara. Penentuan proporsi dilakukan dengan konsensus oleh suatu komite dalam Dewan Green Building di Negara tersebut.
Adapun 7 aspek penilaian terhadap suatu gedung dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai berikut :
1. Pengembangan lokasi yang tepat
2. Efisiensi energi dan konservasi
3. Konservasi air
4. Sumber daya dan siklus material
5. Kesehatan dan kenyamanan dalam ruangan
6. Pembangunan berbasis manajemen lingkungan
7. Inovasi
Tahap pembangunan gedung (konstruksi) merupakan salah satu aspek dalam pembangunan berkelanjutan. Konsep konstruksi yang memenuhi konsep ini dikenal sebagai konstruksi hijau (green construction). Prinsip utama konstruksi hijau dalam segi material adalah 3 R (“reduce”, “reuse”, “recycle”). Sistem pracetak beton merupakan salah satu sistem pembangunan yang memenuhi kaidah ini.
Prinsip reduce diterapkan pada efisiensi penggunaan material dan metoda kerja :
a. Bahan beton adalah material lokal yang banyak ditemui di Indonesia.
b. Perencanaan sistem pracetak akan dapat menghemat pemakaian besi, sebagai material yang paling banyak menghasilkan emisi dalam pembuatannya, serta bahan dasarnya masih impor.
c. Metoda kerja banyak melakukan penghematan pada cetakan seperti terlihat pada Gambar 3 dan penghematan perancah seperti terlihat pada Gambar 4, serta dapat mendekati “zero waste” pada material besi dan beton.
b. Perencanaan sistem pracetak akan dapat menghemat pemakaian besi, sebagai material yang paling banyak menghasilkan emisi dalam pembuatannya, serta bahan dasarnya masih impor.
c. Metoda kerja banyak melakukan penghematan pada cetakan seperti terlihat pada Gambar 3 dan penghematan perancah seperti terlihat pada Gambar 4, serta dapat mendekati “zero waste” pada material besi dan beton.
Prinsip reuse terutama diterapkan pada repetisi penggunaan cetakan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan cetakan sistem konvensional. Cetakan kayu yang dilapis phenolin dapat dipakai 10 – 15 x dibandingkan dengan cetakan kayu konvensional. Cetakan dari bahan fibre atau baja bahkan dapat dipakai ratusan kali.
Prinsip recycle dapat diterapkan pada bahan cetakan dari bahan besi dan fibre, yang dapat dibuat dari bahan daur ulang dan juga material grouting yang sudah mempunyai green label.
Rosyid Ridho, S. T
Sales Representative PT. Holcim Beton
Area Jakarta
Area Jakarta
+62811 8822 445